Warga Desa Tuada Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, berunjuk rasa di depan kantor bupati pada Rabu (13/4).
Mereka mendesak Bupati Halmahera Barat, James Uang segera menyelesaikan problem tapal batas antara Tuada dengan Desa Matui.
Pasalnya, Desa Matui dan Todowongi dinilai telah menyerobot wilayah desanya dengan mencaplok wilayah Tuada.
Koordinator aksi, M.Idhar Bakri dalam orasinya menyampaikan, lahan desa Tuada saat ini telah diseroboti dua desa tetangga yakni Matui dan Tuada.
Bahkan, lanjut dia, perusahaan PT. Semesta Agro Tani Indonesia (SATI) yang kini berada ditengah-tengah desa Tuada, mala wilayah administrasinya mala ditetapkan masuk Desa Matui.
“Ini karena kesalahannya berada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Halbar, kami ngamuk ke pihak dinas, dari dinas bilang dari pemerintah pusat yang mengambil kebijakan, sebenarnya Pempus itu ambil kebijakan itu atas dasar permintaan dari pemerintah paerah,”ujarnya
Ia bilang,, pemerintah daerah telah membodohi masyarakat Tuada, dengan memberikan izin pembangunan PT.SATI untuk dibangun diwilayah desa Tuada.
“Begitu juga dengan orang Todowongi, yang dulunya masyarakat Tuada menghibahkan tanah untuk mereka tinggal, tetapi apa yang terjadi sekarang mereka malah menyeroboti lahan hingga sampai di sekolah yang notabenenya wilayah Tuada,”tugasnya.
Idhar yang juga mantan Ketua Cabang GMNI Halmahera Barat ini mempertanyakan dasar hukumnya apa, sehingga Todowongi bisa menyerobot wilayah desa Tuada.
“Untuk itu, kami minta Pemkab Halbar segera menyelesaikan permaslahan ini,”tegas Idhar
Ia mengatakan, berdasarkan Survei Penduduk (SP) pada tahun 1980 masih ada bahkan petanya masih dikantongi hingga saat ini.
“Jadi kedatangan kami disini kami butuh Bupati temui kami, untuk membatalkan peta citra satelit yang digunakan oleh pemerintah pusat sebagai dasar menetapkan PT.SATI masuk desa Matui,”jelasnya
Ia mengancam jika pihaknya tidak segan-segan memblokade akses jalan menuju pelabuhan kontener Matui jika pemerintah daerah tidak mengakomodir tuntutan mereka.
Orator lainnya, Udin Bakar dalam orasinya mengatakan, pada tahun 1968 Pemerintah Desa Tuada menghibahkan lahan untuk desa Bukumatiti dari kampung tua yang berbatasan dengan desa Matui.
Ia menceritakan, mulanya warga Bukumatiti mau diberikan lahan hutan sagu atau disebut aha talaut,
tetapi kalah itu, lahannya penuh dengan rawa akhirnya diutuslah seorang tokoh dari Desa Bukumatiti atas nama Cahaya untuk bertemu dengan pihak Pemerintah Desa Tuada dan meminta agar lahan tersebut dipindahkan ketempat pada sekarang ini yang bertetangga dengan desa Todowongi dan Tuada.
“Begitu juga Desa Todowongi yang pada mulanya masyarakat Todowongi yang tersebar di Hutan Koma dibelakang desa Tuada, kemudian pemerintah desa pada tahun 1958 memberikan tanah atau lahan sebagai tempat tinggal sampai sekarang ini,”jelas Udin.
Sekretaris Daerah, Syahril Abdul Rajak, saat melakukan hering terbuka dengan massa aksi mengatakan, pemerintah daerah sementara ini masih melakukan kajian-kajian, dan membutuhkan informasi dari pihak kecamatan terkait desa Todowongi yang
sudah didefenetifkan atau belum.
“Jadi besok saya undang dari tim sembilan yang sudah terbentuk dari desa Tuada, dan juga Camat Jailolo, Kepala Desa Matui, Tuada, dan juga Todowongi untuk melakukan kajian,”ujarnya.
Editor: Zulfikar Saman