JAILOLO – Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, mencatat jumlah kouta penerima bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di tahun 2021 mengalami penurunan. Hal itu disebabkan karena Kabupaten Halmahera Barat, bahkan Indonesia pada umumnya tengah diperhadapkan dengan pandemi sehingga terjadinya pemangkasan anggaran yang mengakibatkan kouta penerima bantuan perumahan dari Halbar justru diperkecil.
Sekretaris Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Halbar, Irfan Idrus mengatakan, sebelumnya hasil pendataan Dinas Perkim memperoleh penyaluran bantuan perumahan lebih dari empat desa, namun pada tahun 202, kuota penerima justru lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Untuk tahun ini sumbernya baru DAK dengan pagu anggaran sebesar 1,740 Miliar yang sistem penyalurannya dari pusat langsung ke rekening pihak penerima sementara di dinas hanya sebatas terminal sehingga tidak mengendap berjam-jam apalagi sampai berhari-hari. sementara untuk sumber regulernya belum karena kuotanya masih sedikit yang terdapat di empat desa yakni desa Tibobo 23 Unit, Jalan Baru 38 Unit, Payo Tengah 17 Unit, dan Gamomeng ad 16 Unit,”kata Irfan kepada wartawan ketika dikonfirmasi diruang kerjanya pada Selasa (24/8).
Irfan bilang, pihaknya sudah menargetkan pekerjaan pembangunan dan rehabilitasi pada beberapa bulan kemarin, hanya saja masih terkendala dengan pandemi Covid-19, sehingga penyaluran distribusi bahan, dan penyaluran keuangan tersebut mengalami keterlambatan yang mengakibatkan distribusi pekerjaan tahap akhir baru mulai berjalan terhitung mulai Agustus hingga Januari 2022 mendatang.
“Seharusnya sudah dari beberapa bulan kemarin, hanya saja kemarin Halbar ditetapkan sebagai level IV Covid-19, sehingga dipending dan baru akan dimulai berjalan enam bulan kedepan, karena targetnya Januari sudah harus selesai,”katanya.
Disentil target per tiap tahun jumlah kuota penerima untuk Halbar. Irfan menjelaskan, Dinas Perkim tidak memiliki kewenangan dalam menentukan target atau ketentuan kuota. Sebab menurutnya keputusan kouta tersebut berdasarkan hasil verifikasi dari kementerian.
“Jadi kita memang meminta dan mendata semua desa yang ada di halbar untuk diserahkan ke pemerintah pusat, namun yang menentukan berapa kuota yang berhak menerima Rumah Layak Huni itu kuotanya ditentukan langsung oleh pempus karena nanti diverifikasi tingkat kerusakan dan yang belum memiliki rumah, selanjutnya kita hanya menjalankan saja,”ungkapnya.
Menurutnya, dalam penginputan data ke pusat tentu tercover untuk seluruh desa yang berada di halbar yang dimulai pendataannya dengan sosialisasi selanjutnya data yang diperoleh akan akomodir semua bagi yang belum memiliki hunian hanya saja pihaknya bisa mengintervensi dalam penentuan kuota yang sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Untuk kategori sendiri kami tetap mengacu pada regulasi yang mana ada dua model yang kerap disosialisasikan yakni untuk bagaimana mengetahui sejauh mana masyarakat dengan keluarga mepet yang dimaksud dalam rumah tersebut terdapat lebih dari satu KK, sehingga jika sudah lebih dari satu kk maka wajib hukumnya untuk didata, tetapi ada prasyarat seperti memiliki lahan untuk dibangun serta harus memiliki KK tersendiri,”cetusnya.
Selain itu, kata Irfan, Rumah Tidak Layak Huni atau RTLH dilihbat dari tiga komponen seperti atapnya rusak, dinding rusak dan lantai yang rusak.
“Jika Tiga komponen tersebut rusaknya bersamaan maka wajib didata dan untuk direhabilitasi, tetapi jika hanya salah satunya yang rusak maka tidak masuk dalam kategori tersebut,”ucapnya.
Ia bilang, belajar dari pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya pihaknya memberikan uang tunai ke tiap-tiap penerima hanya saja tidak dipergunakan untuk merehabilitasi atau membangun rumah.
“Padahal tiap per penerima diberikan sebesar Rp.20.000.000 dipotong 2.500.000 untuk upah tukang sehingga regulasinya diubah dengan mendistribusikan bahan,” tambahnya
“Dari pengalaman distribusi uang kerap disalahgunakan itulah sekarang kita merubah regulasi penyaluran sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan, dan kalau bangun baru total anggaran diberikan Rp.35.000.000, tetapi untuk yang bangun baru juga akan ditanyakan tingkat kebutuhan atau urgensinya sperti apa sehingga tidak disalahgunakan biaya pembangunan hunian yang sudah diberikan,”sambungnya
“Jadi kalau misalnya penerima hanya termasuk dalam kategori rehab namun urgennya untuk membangun baru maka tetap akan diberikan tetapi dengan catatan harus ada progres pembangunan dalam target enam bulan sehingga jika memang tidak dapat diselesaikan maka nanti kita ke kejaksaan untuk diketahui lebih detil siapa yang salah dalam penyalahgunaan anggaran tersebut,”tandasnya.
Penulis: Tim
Editor: Zulfikar Saman