Salah satu Akademisi Universitas Pasifik (Unipas) Pulau Morotai, Maluku Utara, Parto Sumtaki, membantah lantaran dirinya dituding menjual lahan Ahli Waris keluarga Almarhum Hi. Bakar Ali, pada tahun 2018 senilai Rp 850 juta.
“Tudingan itu tidak benar ya, karena lahan yang saya jual ke Pemerintah Daerah itu adalah lahan kami. Jadi, tidak benar kalau saya jual mereka,” jelas Parto, ketika dikonfirmasi wartawan melalui telepon seluler, Selasa (14/06).
Logika penyerobotan lahan. Itu berarti pemerintahan juga tidak mungkin proses pembayaran lahan tersebut, sementara sudah tiga kali bayar kurang lebih 5 tahun ni, cuman kita kan tara perna ribut.
“Karena pemilik lahan juga tara pernah ribut gimana sih,” timpalnya
Atas tudingan tersebut, Parto yang saat ini sebagai Ketua Partai Perindo Morotai juga bakal mempolisikan pihak keluarga dan Kabag Pemerintahan Darmin Djaguna. Jika penjualan ini dibuktikan dirinya tidak bersalah.
“Kase tau dorang nanti kita kase Polisi dorang, bukan main-main dong kira kita ini manusia fuma deng dorang kah, kase tau dorang kalau sampe kita benar kita kase Polisi dorang, kita punya surat sertifikat lengkap kok. Sembarang saja,” tegasnya
“Jadi kita labrak (Hantam) satu kali deng Darmin, nanti kita labrak dia mo main main to. Nanti dia lia, dia kurang ajar kah. Kita so tau dong punya skenario, tapi nanti dia lia nanti kita labrak dia. Dia kira kita ini fuma sama deng orang lain kapa,” sambungnya
Menurut Parto, kami punya tanya juga ada, dan sapa bilang saya serobot. Kalau serobot itu maksudnya mangkali didalamnya ada dong punya.
“Memang jelas tong punya tanah baku batas deng dorang, saya punya ya saya punya,” katanya
Eks Dekan Fisipol itu juga menjelaskan bahwa, tanah yang dijual itu adalah benar miliknya, yang berbatasan dengan tanah mereka.
“Mana kita serobot, me dorang punya tanah orang lain ambil saja dong tara bilang serobot kong. Mangkali dong otak tara sanang kapa. Nanti sabantar baru saya suruh tua Kamaran (Papa Tua) panggil dorang. Ngoni punya tanah yang mana yang bilang diserobot,” tuturnya
Soal tanah ini, lanjut Parto, silahkan berurusan dengan Bagian Pemerintahan, bukan dengan saya. Jangan bilang kami serobot.
“Tong punya tanah juga tara mampo mampo kong bagimana serobot sih, tanah itu dia punya sejarah. Itu kita punya tete (Kakek) yang kase dorang kok. Mangkali anak-anak kabawa me tara tau baru,” terangnya
Matan Ketua ICMI juga meminta, agar pihak keluarga Ahli Waris segera berkoordinasi dengan keluarga kami untuk meluruskan batas-batas tanah itu.
“Kalau bagitu silahkan kasana datang di kita punya papa deng tua kamaran kase tunju dong punya yang mana, dong sabarang saja. Kalau dong bilang serobot selama ini pemerintahan tara bisa bayar,” pintahnya
Parto mengaku, selama Pemerintahan Benny Laos, dirinya tidak mau merontak. Sebab kalau pemilik lahan yang lain pasti merontak, hanya saja soal pembayaran dirinya tidak mau seperti itu.
“Kita kan tara pernah merontak, jadi itu tidak benar lah. Memang batas lahannya dengan dorang, jadi tinggal dong lihat saja. Coba tong serobot dimana,” akunya
“Jadi dong baku urusan deng pemerintahan, urusan apa deng torang, dong itu sabarang saja. Kalau mau bajual tanah, sialakan bajual jangan bilang tong serobot,” cetusnya
Diketahui, pembayaran lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Sangowo yang sudah dilakukan oleh Pemda Morotai itu secara bertahap yaitu tahap pertama sebesar Rp 180 juta, dimasa Basri Hamaya masih menjabat sebagai Kabag Pemerintahan.
Tahap kedua dilakukan pada jaman Kabag pemerintahan, Sunardi Barakati sebesar Rp 100 juta, dan pembayaran ketiga dilakukan pada jaman Sofia Doa sebesar Rp 50 juta. Sehingga total dana yang sudah dicairkan Rp 330 juta lebih, sisanya Rp 500 juta.
Penulis: Faisal Kharie