GenPi Halbar Diduga Lakukan Pungli Iuaran Kedai di Lokasi FTJ

ilustrasi_korupsi

JAILOLO – Dinas Parawisata (Dispar) Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara melalui Generasi Pesona Indonesia (GenPi) diduga melakukan pungutan liar (Pungli) iuaran yang dibebankan kepada pemilik kedai kopi di lokasi Festival Teluk Jailolo (FTJ).

Sebelumnya, pada bulan pertama sejak dibuka, besaran iuran yang dibebankan kepada pemilik kedai sebesar 10 persen dari penghasilan penjualan di setiap malam Sabtu dan malam Minggu, yakni setiap pemilik kedai dibebankan untuk membayar iuran per bulannya sebesar 500 ribu per orang yang berjalan kurang lebih 2-3 bulan.

Namun, hal itu kemudian berubah besaran iuran yang awalnya dibebankan 500 ribu, menjadi 300 perbulan bagi setiap pemilik kedai yang berjalan kurang lebih 2 bulan, sampai ditutupnya kedai karena pandemi Covid-19.

Wasekjend Jong Halmahera 1914, Marinus Pangulili menyatakan, setiap pungutan yang dibebankan kepada masyarakat, harus memiliki dasar regulasi yang jelas, misalnya peraturan daerah. Jika tidak, maka apapun alasan yang di pakai, tidak dibenarkan secara aturan dan bisa masuk dalam kategori pungutan liar.

“Informasi yang kami dapatkan setelah tim advokasi Jong Halmahera 1914 turun ke lapangan, hasilnya cukup mencengangkan. Awalnya dibuka pasar teluk oleh Dinas Pariwisata yang panitianya adalah GenPi, iuran yang diberlakukan untuk setiap pemilik kedai besarannya sering berubah-ubah,”kata Marinus melalui siaran pers yang diterima zonamalut, Kamis (20/8).

Marinus bilang, sebanyak 6 kedai, baru 2 kedai yang sudah di buka, namun belum ada penarikan iuran dari pihak GenPi katanya dari bentukan Dinas Pariwisata. Sementara untuk data terkait dengan temuan tersebut, lanjut dia, suda ditindaklanjuti dengan menyurat ke Komisi II DPRD, untuk dilakukan hearing segitiga bersama Dinas Pariwisata dan agenda tersebut dijadwalkan pekan depan.

“Yang jelasnya kami akan mendesak kepada Komisi II, agar dapat meminta Dinas Pariwisata untuk menjelaskan dasar hukum yang mendasari iuran tersebut dibebankan kepada setiap kedai. Konsekuensi logisnya, jika Dinas Pariwisata tidak memiliki dasar hukum penarikan iuran, maka sudah tentu akan berdampak hukum pula,”tandasnya


Penulis : Tim

Editor : Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *