Dengan adanya pemberitaan sebelumnya, Tim Hukum Pemda Halmahera Utara Maluku Utara, kini terus mengawal laporan yang sudah masuk di Polres Halmahera Utara.
Masih bergulirnya terkait kasus Pengrusakan Fasilitas Umum yang dilakukan Masa Demo Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tobelo pada 31 Mei 2024 lalu, di Kantor BKAD Kabupaten Halmahera Utara.
Beredar isu-isu liar, dengan penerapan Pasal-Pasal yang digunakan untuk menjerat terlapor. Tim Hukum Pemda Halut tidak keliru dalam hal tersebut.
Dimana, pada Rabu (05/06/2024) Tim Hukum Pemda Halmahera Utara yakni Ardi Larenggam, SH., dan Silfanus Bunga, SH., MH.
Menyampaikan, selaku Tim Hukum Pemda Halut, dalam laporan yang sudah masuk ke Polres Halut, memang tidak mengunakan UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang baru.
Di pemberitaan sebelumya memang hanya sekedar kutipan dari hukum online untuk ke depan, bukan yang digunakan dalam laporan terkait Pengrusakan Fasilitas Umum saat Demo GMKI.
“Kajian Hukum kami, pelaksanaan Aksi Demo 31 Mei, cacat prosedural, dalam melakukan demonstrasi atau unjuk rasa patut dan wajib dihormati karena itu dijamin dalam Konstitusi UUD 1945. Sebagai mana dalam Pasal 28 dan pasal 28D ayat (3) UUD 1945,” ungkap Ardi.
Menurut Ardi, ini lah aturan dasar dan kelanjutannya diatur dalam UU seperti UU nomor 9 Tahun 1998. Dalam UU nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, tidak saja mengatur tentang Hak menyampaikan pendapat di muka umum.
Namun, diatur juga tentang kewajiban para pendemo sebagai mana ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1), Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan Huruf a.
Unjuk rasa atau demonstrasi Pada Pasal 10 ayat (1) Penyampaian pendapat di muka umum sebagai mana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
“Kemudian di Pasal 11. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat, Maksud dan tujuan, Tempat, lokasi, dan rute, Waktu dan lama, Bentuk, Penanggung jawab, Nama dan alamat organisasi, Alat peraga yang dipergunakan dan atau Jumlah peserta,” tuturnya
Ardi bilang, aksi demonstrasi atau unjuk rasa yang dilaksanakan oleh adik-adik GMKI tepatnya pada hari Jumat taggal 31 Mei 2024, sebelumnya GMKI telah melayangkan pemberitahuan kepada Polres Halmahera Utara.
Dengan titik lokasi dan rute aksi demonstrasi adalah tempat kawasan Kantor Bupati Halut. Dengan waktu 08.00 WIT (Pagi) – selesai sebagai mana surat dengan nomor : 170071/SC/INT/TBL/B/V/2024.
Perihal pemberitahuan aksi demonstrasi yang ditandatangani oleh Johan Rivaldo Djini, selaku Ketua Cabang dan Glen Rahamani selaku Sekretaris Cabang Halmahera Utara.
Bahwa, dalam pelaksanaan aksi oleh adik-adik GMKI faktanya telah menyalahi, dan atau melanggar ketentuan tempat atau lokasi aksi demonstrasi.
Dikarenakan pelaksanaan aksi demonstrasi tidak lagi berada di kawasan Kantor Bupati Halut, sebagai mana surat pemberitahuan aksi ke pihak Polres Halmahera Utara.
Melainkan pelaksanaan aksi telah diperluas sampai ke Kantor DPRD Halut, Kantor BKAD Halut, Hotel Marhai, dan Hotel Grandland.
Maksud para demonstrasi mendatangi Hotel Grandland untuk menggagalkan perayaan syukuran HUT Kabupaten Halut, dengan cara mengusir para tamu undangan yang diundang Pemda.
Sementara Hotel Grandland sangat berdekatan langsung dengan kediaman pribadi Frans Manery yang berada di Pantai Bowengs, Perbuatan Para Demonstrasi tersebut jelas bertentangan dengan surat Pemberitahuan Aksi nomor : 170071/SC/INT/TBL/B/V/2024. Yang menegaskan Tempat / Lokasi Aksi demonstrasi berada di Kawasan Kantor Bupati Halut.
“Dengan demikian Perbuatan Para demonstrasi telah dengan jelas melanggar Pasal 11 huruf b. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,” terangnya
Ardi juga menjelaskan, bahwa perbuatan adik-adik GMKI tidak saja melanggar ketentuan tentang pemberitahuan tempat atau lokasi aksi, melainkan juga telah melakukan pengrusakan fasilitas pemerintah. berupa, meja, pot bungan dan benda-benda lainnya yang berada di Kantor BKAD Halut.
Tindakan tersebut adalah perbuatan melanggar hukum, sebagai mana diatur dan diancam dalam KUHPidana Pasal 406 tentang Pengrusakan.
Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum menghancurkan, merusakan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain diancam dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,” tegasnya
Dengan begitu, kata Ardi, Pasal 16 UU NO 9 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, yang menegaskan bahwa pelaku yang melaksanakan menyampaikan pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum dapat dikenakan sanksi hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada pasal 17 juga menegaskan penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, yang melakukan tindak pidana sebagai mana dimaksud, dan Pasal 16 undang-undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) dari pidana pokok.
Bahwa perbuatan para demonstrasi, sebagai mana diuraikan di atas, tidak saja melanggar ketentuan Pasal 11 huruf b. Namun dengan adanya tindakan pengrusakan terhadap fasilitas pemerintah yang berada di Kantor BKAD Halut.
Telah dengan jelas melanggar Pasal 6 bahwa warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain.
Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, Menaati hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Menjaga dan menghormati kemanan dan ketertiban umum, Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 15 menegaskan, bahwa pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum Dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 6. Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) , Pasal 10 dan Pasal 11. Tentang Penghapusan Pidana Terhadap pembubaran masa aksi oleh Bapak Ir. Frans Manery dengan menggunakan sajam (parang) berawal beliau menegur secara baik-baik, dan berulang kali agar adik-adik masa aksi segera pulang.
Namun, adik-adik masa aksi tetap tidak mau bahkan muncul perlawanan dari masa aksi dan berniat mau melempari beliau (kronologi sesuai penjelasan Bapak Ir, Fran Manery melalui media nasional tv one), oleh karena adik-adik bersikeras tidak mau pulang bahkan buat perlawanan disitulah beliau mengambil parang adat di mobi.
Parang tersebut dipersiapkan untuk tarian cakalele acara HUT Kabupaten ke 21. Parang tersebut digunakan Bapak Ir. Frans Manery untuk menggertak masa aksi, juga untuk menjaga diri dan melindungi para tamu undangan yang saat itu sudah dalam keadaan ketakutan.
“Atas tindakan tersebut selanjutnya adik-adik masa aksi bersama kuasa hukum melaporkan Bapak Ir. Frans Manery ke Polda Malut dengan tuduhan melakukan perbuatan pidana melanggar Pasal pengancaman dan sebagainya,” ujarnya
Ardi menambahkan, laporan tersebut kami masih mengikuti perkembangannya, berdasarkan latar belakang peristiwa permasalahan kami berkeyakinan laporan tersebut tidak memenuhi unsur pidana.
Namun, itu adalah domain penyidik, tetapi jika itu dipaksakan dapat dipastikan tindakan Bapak Ir. Frans Manery masuk sebagai tindakan pembelaan terpaksa (oodweer).
Sebagai mana diatur dalam KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) Tentang Penghapusan Pidana Pasal 48, Pasal 49 ayat (1) Pasal 50 dan Pasal 51 ayat (1).
Dalam Pasal 49 ayat (1) menegaskan, bahwa barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain tidak dipidana.
“Pada ayat (2) menegaskan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa, yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu tidak dipidanakan,” pungkasnya
Penulis: Jovi Pangkey
Editor: Faisal Kharie