OPINI  

Menolak Mati di Lumbung Pertambangan

Oleh: Hamdan Halil

Ketum Pengurus Besar Forum Mahasiwa Maluku Utara (PB FORMMALUT) Jabodetabek1

__________________

Mei, Sontak seluruh dunia menggelorakan hari buruh internasional. “Hidup buruh” Menggema dimana-mana, termasuk di Halmahera, lumbung tambang dan masalah.

Kehadiran industri tambang di Maluku Utara digadang-gadang memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi lokal seperti lapangan pekerjaan baru, pertumbuhan GDP serta meningkatkan laju perkembangan industri secara keseluruhan di wilayah Indonesia bagian timur. Namun, berbagai persolan turut bermunculan. Mulai dari kerusakan ekologi, banjir, ekploitasi buruh, kecelakan kerja, kasus criminal, dan lain seterusnya. Ragam problem ini belum mendapat perhatian serius pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dan masih terkesan melakukan pembiaran.

Kecelakaan kerja misalnya, terus terjadi akibat dari penerapan kesehatan dan keselamaatan kerja (K3) yang dinilai tidak optimal, miris dan memprihatinkan. Sebagai contoh, Kecelakaan kerja di IWIP terbilang tinggi berupa tergilas truck, kebakaran smelter, dan lain-lain. Tercatat 7 nyawa melayang per 22 Juni 2021 (lihat: HalmaheraPost, Nyawa-Nyawa Yang Melayang di IWIP).

Padahal, buruh punya konstribusi besar terhadap keberlangsungan pembangunan di tanah air. Perlindungan dan pemajuan hak-hak buruh harusnya beriringan dengan semangat negara menggenjot pendapatan disektor produksi pengelolaan sumber daya alam.

Buruh. Ia adalah Komponen maha penting dalam produksi. Tiada produksi tanpa buruh. Produksi merupakan aktivitas menghasilkan barang jadi untuk pemenuhan kebutuhan hidup hari-hari. Apa yang kita pakai, makan, minum dan fasilitas hingga infastruktur umum adalah hasil keringat dan jerih payah kelas pekerja di segala sektor produksi. Kita berhutang kepada pundak-pundak yang memikul beban, kepala-kepala kreatif di pabrik atau tempat-tempat kerja yang berpikir bijak membagi waktu kerja, hingga kadangkala tak cukup waktu menikmati kebahagiaan sosialnya.

Meskipun ramalan masa depan mesin akan menggantikan tenaga buruh, namun tetap menggunakan tenaga manusia untuk memproduksi alat-alat yang diperlukan. Alienasi tenaga manusia itu tidak pernah ada sepanjang mesin-mesin bergerak, kontradiksi-kontradiksi produksi bergerak dialektik dalam hubungan promosi industri.

Kerap kali, produksi menelan korban. Kebahagiaan sosial buruh tak dinikmati, ia bahkan diperlakukan seperti mesin untuk terus bekerja menghasilkan barang dan jasa, tetap pada posisi eksploitasi tenaga, dan bahkan pikiran merdekanya. Dialektika hubungan kelas pekerja dan pemodal mengisahkan ketimpangan, yang berkeringat kerja, hanya bisa menikmati harga kepantasan berdasar intensitas kerja, sementara yang hanya duduk ongkang-ongkang menikmati sebagian besar keuntungan yang dihasilkan dari pertaruhan hidup mati kelas pekerja.

Walaupun buruh menjual tenaga, jasa mereka tak sepadan bila dibandingkan dengan kebaikan yang kita nikmati diatas keringat dan air mata kelas pekerja. Sungguh bangsa dan negara berhutang pada tulang punggung nasional bernama buruh, petani, kelas pekerja, yang nasibnya hari ini kian hari memprihatinkan di tengah eksploitasi sumber daya alam dan manusia.

Eksploitasi buruh bukan lagi hal baru. Banyak konvensi telah di cetuskanuntuk melindungi buruh. ILO misalnya, telah memberikan proteksi kepada hak-hak buruh agar tak menjadi korban atau terabaikan dalam hubunga kerja dan produksi. Namun, sejumlah konsensus penting, enggan diadopsi secara konsisten oleh negara. Bahkan pun, perlindungan buruh malah diperhadapkan dengan upaya pelemahan dan pengabaian hak-hak buruh melalui legitimasi peraturan perundang-undangan. Mendapatkan buruh murah, keuntungan produksi yang besar, dan meminimalkan resiko kecelakaan dan keselamatan kerja, sepertinya menjadi semangat yang digandrungi oleh tuan-tuan pemilik modal yang telah mengendalikan pengambilan keputusan penting dan strategis sektor perburuhan.

Persatuan dan Pelemahan Buruh

Buruh dilemahkan, sementara ia tepolarisasi dalam serikat-serikat pekerja yang juga beragam kepentingan. Ada buruh kuning, juga pula ada buruh merah yang sama-sama membasis buruh-buruh yang terekploitasi di pabrik-pabrik. Perjuangan skala pabrikasi, selain diperhadapkan pada fregmentasi, juga kadangkala diadu domba dalam perundingan-perundingan melalui Serikat yang telah merelakan atau semacam memercayai pemenuhan perlindungan hak-hak buruh kepada pemberi kerja.

Sebetulnya, Kekuatan Buruh adalah Persatuan Buruh itu sendiri. Serikat hingga partai politk sebagai instrumen perjuangan seyogianya hanya alat yang menjembatani kekuatan buruh dengan agenda perjuangan progresif. menggalang solidaritas dan kesetiakawanan sesama buruh dan kaum kelas pekerja lainnya yakni petani dan nelayan ialah koalisi kultural tak terhindarkan.

Di masa mendatang, kekuatan buruh akan dijadikan kekuatan politik oleh kepentingan partai politik tertentu. Oleh karena itu, kesadaran buruh sebagai kelas pekerja baik di pabrik maupun di lapangan publik akan sangat menentukan corak kekuasaan, sehingga kesadaran buruh dalam kepentingan politik seharusnya berdasarkan kepentingan buruh itu sendiri. Dalam hal ini adalah perlindungan dan pemenuhan hak-hak buruh menjadi sesuatu yg tidak dapat ditolak dalam perjuangan politik.

Jika buruh dilibatkan dalam kepentingan politik tanpa mengakomodir kepentingan buruh secara konsisten, maka gerak buruh harus menemukan alternatif lain dan membangun posisi tawar yg adil serta berpihak pada kepentingan buruh sendiri. Sebab buruh bukanlah kumpulan suara saja. Dia adalah kekuatan produksi yg berjasa di segala bidang.

Kekuasaan harus direbut oleh rakyat. Diatasnya kedaulatan rakyat diletakkan dengan penuh tanggung jawab kenegarawanan. Kekuasaan harus berpulang kepada pemilik mandat. Prahara kedaluwarsa fatamorgana lagi simalakama haruslah diakhiri sebagai wujud demokratisasi. Kekuasan negara tidak lebih dari akomodasi kehendak rakyat untuk menunaikan kebaikan sosial. Cita-cita demokratisasi yang demikian menghendaki konsolidasi nasional berbekal kesadaran massa rakyat yang memandang politik sebagai jalan panjang menunaikan kebajikan dan kebijaksanaan untuk semua komponen bangsa.

Buruh adalah kekuatan, namun kekuatan itu tidak pantas diberikan kepada kelas pemodal atau elit yg tidak berpihak kepada kepentingan buruh. Bersatulah kaum buruh. Kita adalah kaum kelas pekerja yang harus dihargai dan dilindungi oleh negara. Mogok kerja adalah hak buruh dan kekuatan terbesar klas pekerja mendorong pemenuhan hak-hak buruh termasuk perubahan-perubahan revolusioner untuk masyarakat luas.

Buruh, tani, nelayan, masyarakat adat, kaum muda, bersatulah. Semoga kaum buruh dan seluruh rakyat pekerja selalu dalam lindungan Tuhan. Semoga*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *