TERNATE – Gesekan antara pucuk pimpinan sebenarnya hal yang biasa terjadi dalam batas-batas tertentu, tapi akan menjadi masalah kalau gesekan politik tidak terselesaikan tentunya berdampak pada bawahannya dan masyarakat.
Seperti konflik yang terjadi antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate, Maluku Utara M. Tauhid Soleman-Jasri Usman (TULUS). Jika kisruhnya berkepanjangan maka tentu dinilai sangat berdampak pada pelayanan masyarakat.
Hal tersebut disampaikan, pengamat Politik Malut, Dr. Helmi Alhadar dalam rilis yang diterima zonamalut.id, pada Kamis (29/7)
Helmi bilang, hal ini perlu disikapi secara bijak oleh kedua pihak dengan komunikasi yang berdampak baik untuk pemerintahan mereka.
“Kebijakan Tauhid menghentikan kontrak Satgas Pasar dapat di fahami dengan alasannya yang masuk akal mengingat kondisi keuangan daerah yang lagi payah,”katanya
Pengamat: Tauhid Terkesan Memiliki Gaya Komunikasi Komando ala Orde Baru
Kader PKB Diminta Tak Ikut Campur Urusan Pemkot Ternate
Disisi lain, Jasri juga benar dengan mempertimbngkan kepentingan hidup para satgas yang tentunya sangat membutuhkan pekerjaan untuk menafkahi keluarga mereka.
“Jadi untuk kebaikan Tauhid-Jasri sebaiknya mereka berdua bersatu padu kembali dengan mau sedikit mengabaikan kepentingan dan ego mereka serta kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan rakyat, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang sudah sangat terpuruk akibat Covid-19 yang melanda dunia, sehingga membutuhkan perhatian yang ekstra dari pihak Pemkot ketimbang mereka berkonflik yang hanya akan menimbulkan sikap tdk simpati msyrkt trhdap mreka brdua,” tuturnya
Menurut Helmi, tentu ini tidak mudah karena selain kepentingan
mereka tentu ada kepentingan kelompok lainnya yang berperan dalam kemenangan mereka dalam pertarungan Pilwako lalu.
“Tapi tidak ada pilihan lain, kecuali pasangan ini harus mau berkorban kalau memang beritikad baik untuk kepentingan masyarakat karena saat ini kondisi kita tidak dalam keadaan baik-bauk saja atau tidak normal karena hantaman Covid-19,”ujar Dosen Ilmu komunikasi UMMU Ternate ini
Kata Helmi, sebagai Wali Kota, Tauhid jelas harus meningkatkan kinerja sekaligus memperbaiki gaya komunikasinya yang selama ini terkesan kering dan tawar bahkan terkesan sedikit “arogan” dengan tidak terlalu merespon simbol-simbol komuniksi dari pihak lain.
Begitupun dengan Jasri yang mestinya harus lebih lincah dan tulus serta tidak terlalu reaktif shingga ada gebrakan-gebrakan
yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
“Jika konflik ini tidak terselesaikan maka dapat dipastikan merugikan keduanya termasuk masyarakat, apalagi konflik ini lebih terkesan karena kepentingan mereka dan bukan pada kepentingan rakyat,”katanya
“Artinya masyarakat bisa berpikir begitu meningkat orang-orang yang digeser Wali Kota kemungkinan tidak mendukung pasangan ini saat Pilwako lalu, sementara sang Wakil terkesan ingin “memanfaatkan” kondisi ini untuk mendapat simpati dari pihak-pihak yang kecewa sama Wali Kota, padahal mungkin tidak benar-benar seperti itu,
Belum lagi, lanjut Helmi, Kepala Dinas PUPR, Risval yang sebelumnya sempat berada di ruang Jasri sebelum dicopot Tauhid. Artinya Risval kemungkinan sangat dekat dengan Jasri.
“Memang melihat dari perjalanan kedua tokoh ini akan terkesan kalau mereka rentan akan konflik, mengingat mereka memiliki perbedaan yang dalam, baik dari latar belakang sosial, budaya termasuk latar belakang pendidikan serta gaya komunikasi dimana sang Wali Kota cenderung gaya komumikasi linear atau mekanistis (obyktif) serta Wakil Wali Kota yang lebih menekankan gaya komunikasi subyektif sehingga konsep diri mereka begitu berbeda secara ekstrim,”pungkasnya
Ia bilang, belum lagi ada persaingan perebutan pengaruh di bawahan dan masyarakat untuk kepentingan 2024 nanti. Menurutnya tentu ini
tidak mudah untuk menyatukan kembali kedua tokoh ini kalau melihat tingkat konflik dan pernyataan-pernyataan terbuka yang terkuak di publik.
“Tapi kalau mau tulus menyelesaikan pasti bisa dngan rela berkorban untuk kepentingan masyarakat ketimbang pribadi dan kelompoknya. Persoalan di Kota Ternate sudah sangat rumit dan kompleks, belum lagi isu-isu yang kurang enak belakangan ini cenderung memojokan posisi Wali Kota sehingga selain pemimpin cerdas butuh juga ketulusan dan kearifan dari pemimpin dengan memainkan jargon-jargon politik yang dapat menggerakan masyarakat untuk mendukung pemerintahan mereka, apalgi pemerintahan kedua orang ini cuma efektif kurang lebih tiga tahun,”katanya
Konflik ini, kata Helmi, menyadarkan tentang resistansi diantara pemimpin kita di Maluku Utara, mengingat gesekan terbuka ini juga terjadi di level Gubernur dan Wakil Gubernur yang beberapa waktu lalu menampilkan fenomena yang agak mirip.
“Semoga hal-hal seperti ini segera terselesaikan.”tandas Direktur Lembaga Strategi Komunikasi dan Politik (Leskompol) Maluku Utara itu.
Penulis: Tim
Editor: Zulfirkar Saman