DARUBA – Rencana penghapusan tunjangan kesejahteraan 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pulau Morotai, Maluku Utara oleh pemerintah daerah menuai penolakan dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD.
Dimana, mereka menilai pernyataan Sekretaris Daerah Morotai, Muhammad M Kharie soal penghapusan tunjangan 20 anggota DPRD tersebut sangatlah tidak mendasar
”Saya nilai Sekda keliru memaknai PP 18 Tahun 2017 soal hak keuangan dan Pimpinan dan Anggota DPRD,”ungkap anggota Banggar DPRD Irwan, kepada sejumlah wartawan, Selasa (8/3).
Tunjangan 20 Anggota DPRD Morotai Dihapus, Sekda: Keuangan Tak Stabil
Irwan bilang, dasar yang disampaikan oleh Sekretaris Daerah adalah hanya mempertimbangkan adanya penurunan DAU dan DAK kurang lebih Rp 12,6 Miliar maupun pertimbangan Covid-19.
Padahal, lanjit dia, DAU Morotai di anggarkan untuk tahun 2021senilai Rp 396 miliar, kalau dipotong kurang lebih 12 miliar. Artinya masih ada sisa uang yang begitu banyak
”Selain itu, di tahun ini juga kita memiliki anggaran tak terduga sebesar Rp 11 miliar, saya dan pak Fadli tahu benar karena kami di Banggar. Jadi, kalau ditambah dengan DAU 396 miliar lalu ada penurunan, dan ini saya kira masih ada sekitar 400 miliar sekian yang berada di kas daerah,”tuturnya.
Irwan mengemukakan semestinya
Sekda mampu menjabarkan alasan dari penurunan DAU itu penyebabnya apa.
Misalnya, ada belanja modal yang berlebihan apakah pembangunan infastruktur yang tidak ada keseimbangan dari segi aspek atau seperti apa. Nah ini yang harus pemerintah luruskan ke publik.
“Dalam PP 18 tahun 2017 tentang hak keuangan pimpinan dan anggota DPRD tertuang pada pasal 15 ayat 2 PP 18 tahun 2017, dijelaskan misalnya pemerintah daerah belum menyediahkan rumah negara atau rumah dinas bagi pimpinan anggota DPRD maka wajib diberikan dalam bentuk uang tunjangan perumahan dan transportasi bagi pimpinan dan anggota DPRD selama pengabdian sebagai anggota DPRD,”tegasnya
”Harus menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah denggan klasifikasi tinggi dibayarakan kepada pimpinan dan anggota DPRD baik rendah ataukah sedang soal hak perumahan dan tarnsportasi, bukan meniadakan itu kekeliruan namanya,”tandasnya
Irwan lantas mengingatkan kepada Sekda, bahwa asas PP 18 2017 itu memiliki norma asas mutatis dan mutandis.
“Artinya bahwa norma yang di atur dalam pasal 15 sampai dengan pasal 17 itu tidak bisa dirubah yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2017 tentang pelaksanaan hak keuangan pimpinan dan anggota DPRD,”katanya.
Senada anggota Banggar lainnya Fadli Djaguna mengatakan, misalnya pemerintah daerah menghilangkan biaya tranportasi bearti kami (DPRD) diwajibkan tidak masuk kantor.
“Jadi Pemda harus jeli serta maknai. Olehnya itu, saya perlu tegaskan kepada Sekda tidak memahami aturan perundang-undanganya, sehingga melontarkan pernyataan yang tidak berdasar sehingga menjadi bias,”tegasnya.
Politikus Partai Amanat Nasional Morotai ini pun meminta agar Pemda Morotai berkonsultasi dengan lembaga DPRD agar evaluasi Perda Parkarsa.
“Jangan langsung main hapus karena ini bisa masalah, karena poin paling fundamental adalah Sekda ketika memberikan pernyataan disesuaikan dengan keuangan daerah. Apakah daerah sudah koleps dengan kondisi keuangan,”katanya
Kata Fadli, saat ini belanja infastruktur kita melambung tinggi dari kabupaten/kota lainnya. Diantaranya belanja fisik, kemudian pinjaman PEN Rp 200 miliar yang difokuskan ke semua fisik.
“Kalau alasan dalil pemda bilang tidak sesuai dengan kemampuan keuangan daerah kira-kira keuangan daerah mana yang koleks atau butuh penyesuaian, karena kita di DPRD sedang mencari titik fokus kira-kira apa sih kendalanya pemerintah daerah sehingga kita berhutang banyak tapi masih devisit,”tandasnya.
Penulis: Ichal