Oleh: Lutfi Saleh
(Ketua Bidang SDA dan Lingkungan Hidup HMI Cabang Ternate)
Merujuk pada UUD 1945 pasal 33 ayat (3) berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal ini memberikan kewenangan kepada negara untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam agar tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Dimana, Provinsi Maluku Utara, merupakan wilayah kepulauan yang memiliki 395 pulau kecil dan besar dengan luas daratan sekitaran 3.1 juta hektar lebih. Maluku Utara juga tercatat memiliki Ijin Usaha pertambangan (IUP) sebanyak 335 yang tersebar di pulau besar dan Pulau-pulau kecil yang ada di Halmahera. mulai dari Kepulauan Sula dimana memiliki sebanyak 97 Ijin Usaha pertambangan, Halmahera Tengah memiliki 66 Ijin Usaha pertambangan, Halmahera Selatan memiliki 56 Ijin Usaha pertambangan, Halmahera Timur, memiliki 41 Ijin Usaha pertambangan, Halmahera Utara memiliki 38 Ijin Usaha pertambangan, Tidore Kepulauan memiliki 15 Ijin Usaha pertambangan, Halmahera Barat memiliki 8 Ijin Usaha pertambangan, Morotai memiliki 8 Ijin Usaha pertambangan dan Pemerintah Provinsi sendiri memiliki 6 Ijin Usaha pertambangan.
Total luas izin tambang di Maluku Utara sudah mencapai 1,19 juta hektar. Separuh dari luas wilayah darat daerah, ini sudah dikonversikan menjadi kawasan pertambangan mineral dan batu bara.
Selain itu, Maluku Utara juga memiliki
Ijin usaha kelapa sawit yang tersebar di beberapa kabupaten diantaranya kabupaten Halmahera Selatan dan Kabupaten Halmahera Tengah. Sementara di Patani ditambah lagi Hak Penguasan Hutan (HPH). Sedangkan, di Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Halmahera Utara Halmahera selatan dan Pulau Obi juga sudah mempunyai Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
Keberadan Ijin Usaha Pertambangan dan Ijin kelapa sawit yang ada Maluku Utara di atas haruslah berdampak baik kepada masyarakat Maluku Utara dan mampuh membuat masyarakat Maluku Utara menjadi sejahtera sesuai amanat konstitusi diatas. Namun, kenyataan di lapangan berbanding terbalik keberadaan Ijin usah pertambangan dan kelapa sawit yang ada malah berdampak Buruk bagi Masyarakat maluku Utara.
Dampak buruk tersebut berupa kerusakan lingkungan secara fisik dan Kimiawi, pencamaran air akibat limbah, hilangnya wilayah tangkapan nelayan, perampasan lahan, yang akan berhujung pada krisis Ekologi Besar-besaran di Maluku Utara.
Dalam analisis jangka panajang, potensi SDA dan Lingkungaan yang ada di Maluku Utara apabila gagal di kelolah maka sudah barang tentu Maluku Utara akan terkena kutukan sumberdaya.
Karena Dampak-dampak yang telah terjadi sebelumnya di atas akan kembali dan terus terjadi dalam skala yang lebih besar, sampai-sampai ada kemungkin Pulau-pulau kecil yang ada di Maluku Utara akan hilang disebebkan Bencana Lingkungan, belum lagi akhir-akhir ini wacana hangat tentang perampasan ruang hidup suku Tobelo dalam di wilayah Ake jira yang kian marak terjadi .
Sementara, kejelasan IUP di Maluku Utara bermasalah atau tidak Clean and Clear (Non CnC), juga tumpang tindih wilayah konsesi dan kawasan hutan, tidak membayar keuangan seperti royalti dan iuran tetap, tidak memiliki laporan eksploitasi maupun studi kelayakan dan dokumen lingkungan (Sumber KPK).
Olehnya itu HMI Cabang Ternate lewat bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup mendesak kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara yakni, Gubernur dan Dinas Terkait, agar dalam perumusan Kebijakan harus diperhatikan.
Asas keberlanjutan dan Daya Dukung Lingkungan dalam hal pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup. Melakukan Konservasi, Rehabilitasi dan Penghematan Pengunaan dengan menerapkan Teknologi yang Ramah Lingkungan. Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan SDA.
Mendayagunakan Sumber Daya Alam Sebesar-besarnyan kemakmuran Rakyat dengan memperhatikan kelestarian dan fungsi dan keseimbangan Lingkungan Hidup, Pembangaunan Berkelanjutan, kepentingan Ekonomi dan Budaya Masyarakat Lokal serta penataan ruang yang Penguasaanya di atur dalam Undang-undang. (*)